Meneladani Nabi Muhammad Saw Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Posted by ikbal Saturday, June 11, 2011 0 comments
Bagikan Artikel Ini :
Abstrak
Meneladani Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu cara untuk berakhlak kepadanya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari iman akan adanya Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasulullah. Beriman kepada Rasulullah adalah meyakini dan memercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. memilih di antara manusia untuk dijadikan rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya kepada umat manusia.
Meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari harus dimulai dengan mengetahui apa saja sifat-sifat yang dimilikinya dan bagaimana perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Alquran dan Sunnah/Hadits, sebagai dua sumber utama ajaran Islam, memberikan informasi yang lengkap tentang semua sifat dan perilaku Nabi Muhammad Saw. Dengan menjadikan kedua sumber ajaran ini sebagai landasan utama dalam sikap dan perilaku kita, berarti kita benar-benar telah meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pendahuluan
Akhlak kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan konsekuensi logis dari akhlak kepada Allah Swt. Rasulullah Saw. dan juga para rasul yang lain merupakan utusan Allah yang menyampaikan pesan-pesan Allah kepada umat manusia. Allah Swt. menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada manusia melalui para rasul-Nya mulai Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul Allah yang terakhir memiliki keistimewaan dibanding nabi-nabi sebelumnya. Salah satu keistimewaannya adalah misi risalah Muhammad tidak terbatas pada umat (bangsa) tertentu, tetapi meliputi semua umat manusia (rahmatan lil’alamin). Semua umat manusia yang hidup pada masa Muhammad hingga tibanya hari akhir nanti wajib mengikuti syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
Sebagai nabi yang terakhir, Muhammad dibekali satu kitab Allah yang terlengkap, yakni Alquran yang isinya memuat keseluruhan isi kitab-kitab yang pernah turun sebelumnya. Dengan Alquran inilah Nabi Muhammad dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapinya, di samping juga dengan ide-idenya yang mendapatkan bimbingan wahyu dari Allah Swt. (Sunnah/hadis). Semua yang tertuang dalam Alquran terealisasi dalam sikap dan perilaku Nabi Muhammad Saw. sehari-hari. Tidak ada satu pun sikap dan perilaku Muhammad yang menyimpang atau bertentangan dengan apa yang tertuang dalam Alquran. Karena itulah, setiap umat Islam wajib meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam segala aspek kehidupan sehari-hari.
Berakhlak terhadap Nabi Muhammad Saw. merupakan salah satu pilar keyakinan (iman) dalam Islam. Banyak cara yang harus dilakukan dalam rangka berakhlak kepada Nabi Muhammad Saw.  adalah menyintai dan memuliakannya, taat dan patuh kepadanya, serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya. Namun, yang paling penting dari semua itu adalah meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.

Beriman akan Adanya Nabi Muhammad Saw.
Beriman kepada Rasulullah adalah meyakini dan memercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. memilih di antara manusia untuk dijadikan rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya kepada umat manusia. Beriman kepada Rasulullah juga berarti memercayai dan meyakini sepenuhnya akan segala yang diceritakan Allah tentang semua nabi dan rasul yang diutus-Nya, baik yang diketahui namanya maupun yang tidak diketahui namanya.
Perintah untuk beriman kepada Rasul Allah (Muhammad Saw.) tercantum dalam Alquran surat al-Nisa’ (4) ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. al-Nisa’ (4): 136).

Menurut ayat Alquran di atas orang-orang yang beriman harus mengimani rasul-rasul Allah sebagaimana mengimani Allah, malaikat, kitab, dan hari akhir. Mengimani rasul-rasul Allah juga harus secara keseluruhan, tidak boleh membeda-bedakannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi hanya mengimani nabi-nabi keturunan Bani Israel, dan mereka tidak mengakui kenabian Isa dan Muhammad. Sedang orang-orang Nasrani tidak mau mengimani kenabian Muhammad Saw. Allah mengancam dengan keras orang-orang yang mau mengimani sebagian rasul dan mengingkari sebagian yang lainnya. Allah juga mengategorikan orang-orang seperti itu sebagai orang-orang kafir. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. al-Nisa’ (4): 150-151).

Umat Islam sekaligus umat Muhammad Saw. harus beriman terhadap Nabi Muhammad Saw. yang merupakan rasul dan nabi terakhir. Muhammad Saw. adalah penutup para nabi dan rasul, sehingga setelahnya tidak ada lagi nabi dan rasul Allah. Kepastian Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir dinyatakan oleh Allah Swt. dalam Alquran:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab (33): 40).

Ada beberapa konsekuensi dari kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul terakhir. Pertama, dengan berakhirnya risalah kenabian kepada Muhammad Saw. berarti bahwa ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. telah sempurna dan menyempurnakan ajaran para nabi sebelumnya. Allah Swt. berfirman:
“Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu itu untukmu semua, dan Aku telah melengkapkan kenikmatan-Ku padamu, dan Aku telah rela Islam itu sebagai agama untukmu semua.” (QS. al-Maidah (5): 3).

Kedua, dengan posisinya sebagai nabi terakhir berarti bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yakni agama Islam, bersifat mendunia dan berlaku untuk seluruh umat manusia. Allah Swt. berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba’ (34): 28).

Dan yang ketiga, karena kedudukannya sebagai penutup serangkaian para nabi, maka Nabi Muhammad Saw. adalah rasul untuk semua umat manusia. Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’.” (QS. al-A’raf (7): 158).
Mengimani adanya Nabi Muhammad Saw. bagi umat Islam adalah suatu kewajiban utama. Mengimani Nabi Muhammad Saw. berarti meyakini dan mempercayai bahwa Nabi Muhammad benar-benar nabi dan rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Umat Islam yang menjadi umat Nabi Muhammad Saw. harus mengikrarkannya dengan lisan bersamaan dengan ikrar kepada Allah Swt. Ikrar inilah yang mendasari seluruh keislaman dan keimanan setiap umat Islam. Siapa pun belum dianggap Muslim jika belum mengikrarkan adanya Allah sebagi Tuhannya dan Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya. Dua ikrar inilah yang kemudian dikenal dengan syahadatain (dua kesaksian), yakni syahadat tauhid yang berisi ikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah (Asyhadu an la ilaha illallah) dan syahadat rasul yang berisi ikrar bahwa Muhammad adalah rasul Allah (Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah).
Kewajiban umat Islam untuk mengimani Allah sekaligus mengimani Rasulullah Saw. dinyatakan dalam Alquran surat al-A’raf (7): 158:
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. al-A’raf (7): 158).



Sekilas tentang Nabi Muhammad Saw.
Muhammad dilahirkan di Makkah dan kemudian wafat di Madinah. Sejak kecil Muhammad selalu bekerja keras dan tidak pernah bermalas-malasan. Sejak kecil pula Muhammad sudah menampakkan akhlaknya yang sangat mulia dan tidak pernah sekalipun menampakkan akhlak yang jelek. Karena kejujurannnya, Muhammad mendapat gelar al-amin yang artinya yang jujur.
Beliau kemudian menikah dengan Khadijah ketika berusia 25 tahun. Pada usianya yang keempat puluh tahun, beliau diutus sebagai nabi dan rasul dengan diwahyukannya lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq, yaitu:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. al-‘Alaq (96): 1-5).

Selanjutnya secara bertahap dalam waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun beliau menerima keseluruhan wahyu Alquran yang juga disampaikan kepada para sahabat beliau, sehingga sebagian dari mereka ada yang menghafalnya. Berbagai peristiwa dialami oleh Nabi Muhammad Saw. sejak beliau mengemban tugas risalahnya. Nabi memulai tugas dakwahnya kepada keluarganya kemudian sahabat terdekatnya hingga kepada masyarakat umum. Nabi mengalami berbagai tantangan dari para tokoh kaum Quraisy Makkah. Tekanan-tekanan kaum Quraisy tidak pernah berhenti untuk menghalangi dakwah Nabi. Pada akhirnya Nabi memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah Nabi kemudian dapat membangun tatanan masyarakat seperti yang diinginkan, yakni masyarakat Islam yang diatur dengan prinsip-prinsip Islam. Setelah Nabi berhasil mengislamkan masyarakat Makkah (kaum Quraisy), Nabi menerima wahyu terakhir (QS. al-Maidah (5): 3) dan beberapa waktu kemudian Nabi Muhammad Saw. wafat di Madinah dalam usia 63 tahun.
Nabi Muhammad Saw. wafat dengan meninggalkan dasar-dasar Islam yang lengkap, terutama dengan ditinggalkannya dua pusaka beliau kepada para umatnya, yakni Alquran dan Sunnah. Dengan berpedoman kepada dua pusaka inilah umat Islam dapat melakukan berbagai aktivitas hidupnya, baik dalam berhubungan dengan Allah (beribadah) maupun dalam berhubungan dengan sesamnya (bermuamalah).

Menyintai dan Memuliakan Nabi Muhammad Saw.
Sebagai umat Nabi Muhammad Saw. kita harus menyintai beliau, sebab beliau juga sangat menyintai kita. Dalam perjuangan beliau mendakwahkan Islam, terlihat sekali kecintaan beliau terhadap umatnya. Beliau merasakan suka dan duka bersama umatnya. Kecintaan beliau tidak terbatas ketika di dunia saja, tetapi juga sampai di akhirat kelak. Gambaran sikap beliau terhadap umatnya dinyatakan dalam Alquran.
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS. al-Taubah (9): 128).

Karena itulah, sebagai umatnya, kita harus menyintai beliau dan sekaligus memuliakannya. Cinta kita kepada beliau harus melebihi cinta kita kepada yang lain selain Allah Swt. Cinta ini akan tumbuh dalam diri kita jika kita benar-benar beriman. Jika iman kita tidak utuh, maka kita tidak akan dapat menyintai beliau. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu sekalian sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan al-Nasa’i).
Dengan demikian cinta seorang mu’min kepada Nabi Muhammad Saw. harus melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, orang tuanya dan kaum kerabatnya, serta semua manusia. Artinya, orang yang cinta kepada selain Allah Swt. melebihi cintanya kepada Nabi, berarti ia belum beriman secara benar.
Cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. harus benar-benar mendominasi perasaan cinta kita sebagaimana cinta kita kepada Allah Swt. Dengan cinta kepada Allah dan Rasulullah inilah kemudian ditambah jihad di jalan Allah, kita berharap agar Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Jika kita tidak menyintai Allah dan Rasulullah serta tidak mau berjihad di jalan Allah, maka kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang fasik yang jauh dari petunjuk Allah. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. al-Taubah (9): 24).

Menyintai Nabi Muhammad Saw. tidak cukup hanya diungkapkan dengan kata-kata, tetapi juga harus dinyatakan dalam bentuk perbuatan nyata, misalnya:
  1. Mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang sampai kepada kita melalui Alquran dan Hadits yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
  2. Memercayai semua berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
  3. Berjuang menegakkan, mengembangkan, dan membela ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. serta menjaga kemurnian ajaran-ajaran beliau dari berbagai bentuk bid’ah dan khurafat.
  4. Memuliakan Nabi Muhammad Saw. dengan memperbanyak membaca shalawat dan salam kepada beliau.
  5. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad sebagaimana memuliakan beliau.

Dalam kehidupan nyata, ujud dari cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. terlihat dapal setiap aktivitas kita sehari-hari. Jika kita benar-benar cinta kepada Nabi Muhammad Saw. maka kita akan selalu menjaga diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak dilakukan dan tidak disenangi beliau. Sebaliknya kita harus selalu meneladani beliau dalam setiap aktivitas kita, baik dalam aktivitas ibadah maupun muamalah. Inilah yang menjadi bukti dari cinta kita kepada beliau.
Setiap orang yang cinta kepada sesuatu, maka ia akan bersikap yang berlebihan kepada sesuatu tersebut. Misalnya, orang yang cinta kepada benda tertentu, maka hari-harinya lebih banyak digunakan untuk berbuat sesuatu dalam rangka menyintai benda tersebut. Berapa pun biaya yang dikeluarkan dan tenaga serta waktu yang dihabiskan tidak menjadi perhitungan baginya. Begitulah cinta seseorang kepada benda. Jika benda itu dialihkan kepada Allah dan Rasulullah, maka orang itu akan dapat secara penuh beraktivitas dalam rangka cintanya kepada Allah dan Rasulullah.
Untuk melihat gambaran cinta kepada Nabi Muhammad Saw., kita dapat meneladani cinta para sahabat Nabi. Diceritakan bahwa paman Nabi, Hamzah, sangat cinta kepada beliau, sehingga Hamzah rela gugur dalam perang Uhud ketika melindungi Nabi dari serangan orang-orang kafir Quraisy. Begitu pula cinta seorang sahabat Nabi yang bernama Bilal. Di kala hendak menghembuskan nafasnya, beberapa kawan Bilal yang menyaksikannya berkata, “Aduh, betapa pedih hati kami”. Mendengar kata-kata kawannya Bilal justeru menjawab, “Wahai kawanku, betapa gembira hatiku, esok aku akan segera bertemu dengan Muhammad di akhirat.” Masih banyak lagi contoh sikap cinta para sahabat Nabi Muhammad Saw. kepada beliau yang melebihi cinta mereka kepada diri mereka sendiri.

Taat dan Patuh kepada Nabi Muhammad Saw.
Taat dan patuh kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan konsekuensi dari taat dan patuh kepada Allah Swt. Dalam berbagai ayat Alquran Allah menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah harus dibuktikan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Dalam QS. al-Nisa’ (4): 80 Allah Swt. berfirman:
“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. al-Nisa’ (4): 80).

Dalam ayat yang lain Allah menegaskan bahwa bukti seseorang cinta kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah. Barang siapa yang mengikuti dan menaati Rasulullah, maka Allah akan menyintainya dan akan mengampuni dosa-dosanya. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) menyintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran (3): 31).

Allah juga menyatakan bahwa diutusnya Rasulullah adalah agar ditaati oleh umatnya. Karena itulah taat dan patuh kepada Rasulullah merupakan perintah Allah yang wajib hukumnya. Dalam QS. al-Nisa’ (4): 64 Allah Swt. berfirman:
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.” (QS. al-Nisa’ (4): 64).

Taat dan patuh kepada Rasulullah dilakukan dengan cara mengikuti semua yang diperintahkannya dan meninggalkan semua yang dilarangnya. Demikian firman Allah Swt. dalam QS. al-Hasyr (59): 7:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr (59): 7).

Dalam berbagai ayat Alquran Allah menyebutkan bahwa ketaatan kepada Allah selalu beriringan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa menaati Rasulullah itu harus total sebagaimana menaati Allah. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam QS. al-Nisa’ (4): 59 dan QS. Ali ‘Imran (3): 32. Kita tidak bisa mewujudkan ketaatan kita kepada Allah jika tidak menaati Rasulullah. Dalam hal shalat, misalnya, kita tidak dapat melaksanakan shalat yang diperintahkan Allah kepada kita, jika kita tidak mengikuti petunjuk Rasulullah yang mengajarkan cara-cara melakukan shalat. Rasulullah Saw. bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. al-Bukhari). Hal yang sama juga terjadi dalam masalah praktik melakukan ibadah haji dan praktik-praktik ibadah lainnya, termasuk juga praktik-praktik bermuamalah.
Rasulullah merupakan manusia pilihan yang dapat memberi jalan dan penerang untuk meniti jalan yang benar dan lurus sekaligus juga memberi peringatan dan kabar gembira kepada manusia. Jalan lurus yang ditunjukkan Rasulullah adalah jalan yang diridoi oleh Allah. Jalan lurus ini juga dilengkapi dengan rambu-rambu untuk dijadikan petunjuk bagaimana melewatinya. Karena itu, siapa yang tidak mengikuti jalan ini, pastilah ia akan mendapatkan kesesatan baik di dunia maupun di akhirat. Allah Swt. berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’am (6): 153).

Pada akhirnya, Allah juga menyatakan bahwa orang yang taat kepada Allah dan Rasulullah di akhirat kelak akan bersama para nabi, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin (QS. al-Nisa’ (4): 69). Itulah teman-teman terbaik yang akan didapatkan orang yang menataati Allah dan Rasulullah di akhirat kelak.

Meneladani Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir yang mendapatkan banyak gelar baik dari Allah maupun dari manusia. Berbagai julukan diberikan kepada beliau atas kesuksesan beliau dalam melakukan misi risalahnya di muka bumi. Beliau berhasil menjadi pemimpin agama (sebagai Nabi) berhasil menjadi pemimpin negara (ketika memimpin negara Madinah). Di samping itu beliau juga berhasil dalam menjalankan berbagai kepemimpinan yang lain, seperti memimpin perang, memimpin musyawarah, dan memimpin keluarga. Karena itu, sudah sepantasnya umat Islam menjadikannya sebagi teladan yang terbaik. Terkait dengan hal ini Allah Swt. berfirman:
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab (33): 21).

Untuk dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan kita sehari-hari, tentunya kita, umat Islam, harus mengetahui terlebih dahulu apa saja sifat-sifat yang dimiliki oleh beliau dan bagaimana perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, agar kita dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. akan dikemukakan sifat-sifat dan perilaku beliau dan kemudian bagaimana kita dapat meneladani sifat dan perilaku tersebut.
Perlu ditegaskan bahwa semua rasul adalah manusia yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan sebagaimana manusia lainnya (QS. al-Kahfi (18): 110 dan QS. Fushshilat (41): 6). Di antara sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki Rasulullah adalah makan dan minum (QS. al-Furqan (25): 20) serta menikah (QS. al-Ra’d (13): 38). Dalam Alquran juga ditegaskan bahwa semua rasul adalah laki-laki, tidak ada yang perempuan (QS. al-Anbiya’ (21): 7). Namun, karena tugas risalah adalah tugas yang amat berat, maka para rasul dibekali dengan sifat-sifat khusus. Sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. maupun para nabi dan rasul yang lain adalah:
  1. Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam perkataan dan perilakunya dan mustahil akan berbuat yang sebaliknya, yakni berdusta, munafik, dan yang semisalnya.
  2. Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya. Nabi dan rasul selalu amanah dalam segala tindakannya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan berperilaku yang sebaliknya.
  3. Tabligh, yang berarti menyampaikan. Nabi dan rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah (wahyu) kepada umat manusia dan mustahil nabi dan rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya.
  4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua nabi dan rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satu pun nabi dan rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan.
  5. Di samping empat sifat di atas, nabi dan rasul tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada Allah (ma’shum). Sebagai manusia bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun lupa dan kesalahannya selalu mendapat teguran dari Allah sehingga akhirnya dapat berjalan sesuai dengan kehendak Allah.

Di samping memiliki sifat-sifat seperti di atas, Nabi Muhammad Saw. juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang berarti selalu dapat dipercaya. Gelar ini diperoleh Muhammad sejak maih usia belia. Dalam kesehariannya Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang di sekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa (2002: 164-186) memerinci keluhuran budi Rasulullah Saw. yang sangat patut diteladani oleh umat Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya, kasih sayangnya baik terhadap keluarga maupun umatnya, kemurahan hatinya, kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta kesahajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.
Meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. seperti di atas tidaklah gampang dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan modal cinta dan taat kepadanya, kita akan mampu meneladaninya dalam kehidupan kita sehari-hari. Meneladani beliau secara sempurna jelas tidak mungkin, karena beliau digambarkan sebagai insan kamil (manusia sempurna) yang tidak ada bandingnya. Namun demikian, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk meneladani sifat dan perilaku beliau, apa pun hasilnya.
Cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk meneladani Rasulullah Saw. di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kita harus selalu bertaubat kepada Allah Swt. atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan setiap hari. Sebagai manusia biasa kita harus menyadari bahwa kita selalu berbuat kesalahan dan dosa baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Rasulullah Saw. yang jelas-jelas tidak memiliki dosa saja selalu memohon ampun (beristighfar) dan bertaubat kepada Allah. Karena itu, jika kita tidak mau bertaubat kepada Allah, berarti kita tidak menyadari sifat kemanusiaan kita dan kita termasuk orang-orang yang sombong.
  2. Sedapat mungkin kita harus dapat menjaga amanat yang diberikan oleh Allah kepada kita selaku manusia. Amanat apa pun yang diberikan kepada kita, harus kita lakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi amanat tersebut. Karena itu, apa pun aktivitas yang kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan Alquran dan sunnah Nabi. Kita harus berusaha menjaga amanat ini sebagaimana Rasulullah yang tidak pernah berkhianat walau sekali pun.
  3. Kita juga harus selalu memelihara sifat jujur dalam keseharian kita. Jujur merupakan sifat yang sangat mulia, tetapi memang sulit untuk diwujudkan. Terkadang orang dengan sengaja untuk tidak berbuat jujur dengan alasan bahwa jujur akan mengakibatkan hancur. Karena itu, dewasa ini kejujuran sulit ditemukan di tengah-tengah peradaban manusia yang semakin maju. Orang berusaha untuk mengesahkan perilaku tidak jujur. Seandainya kejujuran ini terpelihara dengan baik, maka para penuntut dan pembela hukum di negeri ini tidak akan terlalu sulit untuk menerapkan dan mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Kenyataannya, sebagian besar orang tidak mau berbuat jujur, sehingga seringkali orang yang jujur malah menjadi hancur (akibat disalahkan). Rasulullah selalu berbuat jujur tidak hanya kepada para sahabatnya tetapi juga kepada lawan-lawannya. Dan inilah yang merupakan kunci keberhasilan Rasulullah dalam misi risalah dan kenabiannya.

Penutup
Nabi Muhammad Saw. adalah sosok manusia yang agung akhlaknya dan luhur budinya (QS. al-Qalam (68): 4). Jika Allah Swt. memberikan pujian atas keluhuran budinya, tentu saja hal ini tidak main-main. Allah Yang Maha Benar tidak akan pernah berbohong atas ucapan-Nya. Sebagai umat Islam dan sekaligus umat Nabi Muhammad Saw. kita harus menjadikannya sebagai teladan utama yang harus kita ikuti semua anjurannya dan kita hindari semua larangannya.
Di zaman yang canggih sekarang ini, tidak sedikit tantangan yang kita hadapi dalam rangka meneladani sifat-sifat dan perilaku Nabi Muhammad Saw., baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dengan kesadaran yang tinggi dan dengan ketulusan hati serta dengan modal cinta dan taat kita kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad Saw., Insya Allah kita dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan kita sehari-hari.

Daftar Pustaka
Al-Kutub al-Tis’ah. CD Hadits.
Al-Qur’an al-Karim.
Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
Khan, Majid Ali. 1985. Muhammad Saw. Rasul Terakhir. Terj. oleh Fathul Umam. Bandung: Pustaka. Cet. I.
Miftah Faridl. 2001. Panduan Hidup Muslim. Bandung: Penerbit Pustaka.
Sa’id Hawwa. 2002. Ar-Rasul Muhammad Saw. Terj. oleh Jasiman dkk. Solo: Media Insani Press.
Tafsir Ibnu Katsir. CD Holy Qur’an.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Meneladani Nabi Muhammad Saw Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Ditulis oleh ikbal
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ilmu1994.blogspot.com/2011/06/meneladani-nabi-muhammad-sawdalam.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Kritik Dan Sarannya Yaaaa...........